Telaah Kritis Penetapan Hari Jadi Kota Ranai (Part-II)

Issued by : H. Suhardi, SE / Wahyu Saputro

telaah kritis penetapan hari jadi kota ranaiDasar Rujukan Penetapan Hari Jadi Kota Ranai

Dari sekian banyak peristiwa sejarah yang telah dipaparkan oleh peneliti, dalam hal ini Dra. Nismawati Tarigan dan Dra. Anastasia Wiwik Swastiwi, MA kepada peserta seminar yang diselenggarakan oleh Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Natuna medio April 2009 lalu, maka dipilih beberapa pristiwa sejarah untuk dijadikan sebagai sumber rujukan penetapan Hari Jadi Kota Ranai, diantaranya :
1. Peresemian Lanun-Lanun Riau di Perairan Bunguran
Kematian Panglima Hujan mengundang rasa empati lanun-lanun Riau lainnya. Sehingga berdatanganlah mereka di perairan Pulau Bunguran dengan maksud membasmi bajak-bajak laut yang berkeliaran di sana terutama sekali bajak laut Cina Rawai yang telah menyerang Panglima Hujan.

Perairan Pulau Bunguran pasca kematian Panglima Hujan menjadi ramai sekali dengan lanun-lanun. Perairan Pulau Bunguran menjadi pangkalan mereka untuk menyerang mangsanya. Bahkan, kapal-kapal dagang yang melewati perairan Pulau Bunguran tidak luput dari serangannya.

Melihat peristiwa itu, pihak Belanda marah sekali dan meminta kepada Sultan untuk membasmi lanun-lanun Riau dan menaklukkan daerah-daerah yang menjadi pangkalan lanun-lanun tersebut. Sementara itu, Sultan terikat dengan suatu perjanjian kapitulasi dengan Belanda yang secara formal telah ditandatangani oleh Sultan Mahmud III pada tanggal 10 November 1784, sebagai akibat kalah perang dengan Belanda di Teluk Ketapang dam 11 (sebelas) pasal. Dari 11 pasal tersebut diantaranya yaitu :

“Sultan harus membantu Belanda menindak perompakan Laut dan tidak boleh orang Eropa yang selain orang Belanda berdiam dan berdagang di wilayah Sultan.”

Berdasarkan perjanjian itulah, terjadi gerakan pembasmian lanun-lanun Riau di sekitar Perairan Bunguran.

2. Pembagian Pulau Bunguran Menjadi dua yaitu Bunguran Timur dan Bunguran Barat
Pada saat peresmian Bunguran menjadi daerah kekuasaan Kesultanan Lingga-Riau pada tahun 1857, Bunguran diperintah oleh Orang Kaya Wan Rawa. Orang Kaya Wan Rawa memiliki 5 orang anak  yaitu :

  1. Wan Ishak (laki-laki)
  2. Wan Tike (perempuan)
  3. Wan Jiwe (perempuan)
  4. Wan Pasak (laki-laki)
  5. Wan Teras (laki-laki)

Dari kelima anak tersebut, dua orang anak diantaranya pintar dan cekatan yaitu Wan Pasak  dan Wan Teras.Oleh karena itu, pada masa pemerintahannya Pulau Bunguran dibagi atas 2 bagian yaitu :

  1. Pemerintahan Bunguran di sebalah barat diserahkan kepada Wan Pasak atau dikenal sebagai Datuk Pasak yang berkedudukan di Penibung kemudian pindah ke Sedanau.
  2. Pemerintah Bunguran di sebelah timur diserahkan kepada Wan Teras atau dikenal dengan Datuk Teras yang berkedudukan di Ranai.

Pembagian pemerintahan atas Bunguran Barat dan Bunguran Timur tersebut terjadi pada tahun 1871. Karena menjalankan pemerintahan di Ranai dengan jujur dan bijaksana maka  Kesultanan Lingga-Riau memberikan sebuah pending pengukuhan tugas  Pending tersebut berbentuk bujur telur dan berbunyi sebagai berikut :

“Kurnia ke bawah Duli Yang Maha Mulia serta yang Dipertuan Riau kepada Orang Kaya Dina Mahkota yang mentibarkan titah dan perintah kita dalam Daerah Keliling Bunguran. Tahun 1291 Hijriah atau tahun 1871 Masehi”

telaah kritis penetapan hari jadi kota ranai Pending Pengukuhan tugas dari Sultan/Yang Dipertuan Riau Kepada Orang Kaya Dina Mahkota (Koleksi Wan Sawal, 72 tahun, yang merupakan keturunan Wan Teras)

3. Perlawanan Masyarakat terhadap Kolonial Belanda
Desember 1790, merupakan peristiwa sejarah yang menunjukkan lambang kejayaan dan kegagahan masyarakat Kepulauan Natuna termasuk Ranai melawan kolonial Belanda, yang pada masa itu dipegang oleh Datuk Kaya  Wan Moehammad Senibung. Sehingga secara psikologis, apabila moment Desember 1790 diangkat sebagai hari jadi Kota Ranai merupakan manifestasi dari kemenangan, kejayaan dan kecemerlangan masyarakat Natuna, khususnya Kota Ranai.

Dengan demikian, apabila tahun 2009 sebagai Ulang Tahun Perdana maka merupakan Ulang Tahun Yang ke 219. Sedangkan Penentuan tanggalnya pada bulan Desember, dapat kita musyawarahkan dan kita perbincangkan dengan para orang tua dan sesepuh Kota Ranai yang memperkirakan sebuah tanggal pada bulan Desember memiliki makna dan keistimewaan tersendiri.

Sebuah pilihan tanggal, adalah tanggal 11 Desember 2009 yang merupakan hari Jumaat minggu kedua pada bulan tersebut. Hari Jumaat merupakan penghulu segala hari yang mempunyai kelebihan atau fadhilat yang besar bagi umat Islam. Angka 11 dipilih, merupakan angka ganjil, dimana Allah menyukai angka ganjil.

4. Dibukanya Serkakh Amadi di Pulau Midai
Sejak dibukanya “Serkakh” Ahmadi di Pulau Midai tahun 1906 oleh Kerajaan Riau waktu itu, jalur perdagangan antara pulau dengan Singapura, Serawak, Kuching, sangat lancar. Sebelum dibukanya dibukanya “Serkakh” Ahmadi, perdagangan antara pulau sudah menunjukkan prestasi yang gemilang. Hal itu tercatat dari hasil kunjungan rombongan kontelir Belanda Soewaart beserta Amir Pulau Tujuh yaitu Raja Mahmud yang berkunjung selama 15 hari. Mulai berangkat pada tanggal 20 Februari 1896 dengan kapal “Flamenggo”. Bersama rombongan tersebut ikut serta Engku Kelana (Raja Ali) yang kemudian membuat suatu catatan tentang perjalananannya ke Pulau Tujuh.

27 Februari 1896, merupakan sebuah peristiwa sejarah dimana pada tanggal tersebut potensi ekonomi masyarakat Bunguran, khususnya Ranai mulai dikenal.