Dari sekian banyak sumber rujukan yang dibentangkan, maka peserta seminar sampai pada sebuah kesimpulan akhir dan memutuskan bahwa :
Tahun 1871 dapat ditetapkan sebagai tonggak hari jadi Kota Ranai. Dimana perpindahan Datuk Kaya Wan Rawa dari Mahligai Sungai Ulu ke Ranai terjadi pada tahun 1871. Pemisahan wilayah Pulau Bunguran menjadi 2 (dua) yaitu Bunguran Timur dan Bunguran Barat, juga terjadi pada tahun 1871.
Alasan pembagian ini bukan karena ada perselisihan ataupun perebutan kekuasaan antara anak-anak Datuk Kaya. Namun karena ingin berbagi dan dalam rangka mempermudah urusan pemerintahan. Pembagian Bunguran menjadi 2 yaitu Bunguran Barat dan Bunguran Timur dikarenakan faktor geografis Pulau Bunguran yang terlalu besar sehingga menyulitkan mobilitas orang dari satu tempat ke tempat lain. Di Pulau Bunguran sendiri tidak pernah terjadi perselisihan antara Datuk Kaya satu dengan yang lain, maupun dengan sesama Datuk Kaya yang ada di Pulau Tujuh. Selain merunut dari peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi, penentuan hari jadi Kota Ranai juga dapat ditelusuri melalui benda-benda peninggalan bersejarah yang masih ada. Namun, tetap mengacu pada kemelayuan sebagai identitas dan jati diri masyarakat Ranai.
Oleh karena itu, tahun 1871 dapat dijadikan tonggak penentuan hari jadi Kota Ranai karena memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :
- Tahun 1871 merupakan tahun pertama Ranai menjadi pusat pemerintahan.
- Tahun 1871 Kesultanan Riau memberikan sebuah pending pengukuhan tugas karena Wan Teras menjalankan pemerintahan dengan jujur dan bijaksana.
- Tahun 1871, menjadi tonggak Ranai memiliki “identitas dan jati diri” kemelayuan yang dapat dimiliki oleh seluruh masyarakat Ranai.
Sedangkan penentuan tanggal dan bulan, diambil dari tanggal dan bulan yang baik dalam Islam yaitu yang berangka ganjil. Setelah melalui diskusi panjang, akhirnya ditemukan kesepakatan bahwa tanggal 27 bulan 7 (Juli) dipilih menjadi tanggal dan bulan yang cocok. Lagi pula tanggal 27 Juli tahun 2009 tersebut jatuh pada hari Senin yang dalam Islam dianggap hari baik. Dengan demikian ditetapkan Hari Jadi Kota Ranai adalah 27 Juli 1871 yang berarti pada perayaan perdana pada tahun 2017 ini adalah peringatan Hari Jadi Kota Ranai yang ke-146.
Sebagai generasi anak watan masa kini, tentu patut bersyukur kepada para pendahulunya, karena dengan keterbatasan ilmu pengetahuan dan kesempatan, namun melalui bantuan para ahli dan penulis sejarah, akhirnya para pendahulu dapat menetapkan Hari Jadi Kota Ranai. Dan niat pemerintah Kabupaten Natuna, melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Natuna untuk memperingati Hari Jadi Kota Ranai pada tahun 2017 ini, patut diberikan apresiasi yang tinggi, meskipun masih ada sisi dan celah yang harus dibicarakan kembali.
Dalam Berita Acara Seminar Penetapan Hari Jadi Kota Ranai dengan jelas menyebutkan :
Setelah melalui proses dengar pendapat serta pemaparan bukti-bukti sejarah pada seminar tersebut, maka disepakati secara bersama bahwa ulang tahun pertama Hari Jadi Kota Ranai jatuh pada :
Hari : Senin
Tanggal : 27
Bulan : Juli (07)
Tahun : 2009, Ulang Tahun yang ke – 138 dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut :
- Pada tahun 1871 M, Orang Kaya Rawa membagi 2 (dua) pulau Bunguran untuk diserahkan kepada kedua anaknya yaitu Wan Pasak di Bunguran Barat, dan Wan Teras di Bunguran Timur dengan Ibukotanya yaitu Ranai.
- Peristiwa sejarah seperti tersebut diatas diperkuat oleh sebuah peninggalan sejarah berupa pending yang terbuat dari perak yang diberikan oleh Sultan Riau Lingga sebagai legitimasi untuk mengangkat Wan Teras sebagai wakilnya di Bunguran Timur dan pusatnya di Ranai. Berita Acara selengkapnya (terlampir).
Dari dari Berita Acara tersebut, dengan tegas menyebutkan bahwa penetapan Hari Jadi Kota Ranai, didasari pada peristiwa pembagian Pulau Bunguran menjadi 2 (dua) oleh Datuk Kaya Wan Rawa yang terjadi pada tahun 1871. Sedangkan peristiwa pemberian Pending Perak oleh Sultan Riau kepada Datuk Kaya Wan Rawa, hanya untuk memperkuat alasan pemilihan peristiwa tersebut, karena secara kebetulan penyerahan Pending Perak itu juga terjadi pada tahun yang sama, yaitu tahun 1871. Sedangkan bulan penyerahan Pending Perak oleh Sultan Riau, tentu akan lebih muda. Karena Pending Perak itu diserahkan setelah Wan Teras menjadi Datuk Kaya Bunguran Timur yang bertempat tinggal di Ranai.
Lalu apa yang salah terhadap penetapan Hari Jadi Kota Ranai. Sesungguhnya tidak ada yang salah, hanya dasar penetapan seperti yang pernah dipaparkan oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebubudayaan Kabupaten Natuna pada rapat pembahasan Peringatan Hari Jadi Kota Ranai akhir Februari 2017 lalu, menurut penulis agak sedikit lemah. Karena dalam pemaparanya, hanya mencantumkan kriteria penetapan seperti yang tercantum dalam buku Hari Jadi Kota Ranai, hal. 113 yang berbunyi :
Oleh karena itu, tahun 1871 dapat dijadikan tonggak penentuan hari jadi Kota Ranai karena memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :
- Tahun 1871 merupakan tahun pertama Ranai menjadi pusat pemerintahan.
- Tahun 1871 Kesultanan Riau memberikan sebuah pending pengukuhan tugas karena Wan Teras menjalankan pemerintahan dengan jujur dan bijaksana.
- Tahun 1871, menjadi tonggak Ranai memiliki “identitas dan jati diri” kemelayuan yang dapat dimiliki oleh seluruh masyarakat Ranai.
Sedangkan momen besar yang menjadi dasar penetapan Hari Jadi Kota Ranai, yaitu dibaginya Pulau Bunguran Menjadi 2 (dua) oleh Datuk Kaya Wan Rawa kepada dua orang anaknya, yaitu Wan Pasak untuk Bunguran Barat dan Wan Teras untuk Bunguran Timur, tidak disebutkan.
Sedangkan dalam Perda No 3 tahun 2012 tentang Hari Jadi Kota Ranai, pada Bab III, pasal 3, ayat 1 hanya menyebutkan “Hari Jadi Kota Ranai ditetapkan pada tanggal 27 Juli 1871 M (Seribu Delapan Ratus Tujuh Puluh Satu Masehi)”. Dan ayat 2 menyebutkan “Penentuan Hari Jadi Kota Ranai dan sejarahnya sebagaimana telah melalui beberapa tahapan seminar dalam rangkaian kegiatan Penelitian Peninggalan Bersejarah dan Hari Jadi Kota Ranai, yang dilaksanakan oleh Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Natuna Tahun Anggaran 2009. Jelas tidak ada yang salah pada Perda ini.
(Finish)
Catatan:
Semua sumber tulisan dikutip dari buku “Hari jadi Kota Ranai”, yang ditulis oleh Dra. Nismawati Tarigan, dan Dra. Anastasia Wiwik Swastiwi, MA, yang diterbitkan oleh Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Natuna, berkerja sama dengan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang tahun 2009.