Merisik

Issued by : H. Wan Suhardi, SE /Wahyu Saputro

Merisik adalah kegiatan lanjutan dalam tata cara perkawinan Melayu, setelah kegiatan Menilik dan menengok dilaksanakan. Merisik dilakukan oleh orang yang sama yaitu orang yang pernah dikirim ketika Menilik atau Menengok. Boleh juga menunjuk orang lain. Kegiatan Mersik dilakukan setelah ada kesepakatan keluarga terhadap pilihan anak laki-lakinya itu.

Kedatangan pihak keluarga lakik-laki kali ini agak sedikit lebih ramai. Bila kedatangan sebelumnya hanya sepasang suami istri, maka kedatangan kali ini biasanya pihak keluarga laki-laki mengirim utusan dua pasang suami istri dari keluarga terdekatnya.

Pembicaraanya sudah mulai mengarah kepada maksud dan tujuan sesungguhnya. Misalnya utusan memastikan apakah bunga yang mekar di rumah itu masih belum ada kumbang lain yang datang untuk memetiknya. Sebab terkadang, bunga boleh saja tampak mekar dan memerah, padahal dia tinggal menunggu dan menghitung hari untuk jatuh terkulai dipangkuan seekor kumbang.

Kegiatan ini dilakukan, agar hubungan kekerabatan anatara sesama anak Melayu tetap terjaga dengan baik. Hingga tidak terjadi perebutan terhadap seorang gadis oleh banyak perjaka. “Bunga tak cume setangkai, kumbangpun tak hanya seekor”. Demikian pesan ungkapan lama. Kedatangan rombongan ini harus diterima langsung oleh orang tua gadis, bukan diwakilkam kepada orang lain.

Andaikan dalam perbincangan slilaturahmi ini, pihak gadis menyatakan bahwa anak gadisnya itu sudah ada pilihan lain atau sudah ada yang mengikatnya, maka dengan segala ketulusan jiwa, utusan pihak laki-laki harus dapat menerima, dan niat untuk meneruskan perundingan harus segera dihentikan. Namun hubungan silaturahmi antara dua keluarga itu, tetap harus terjalin. Begutulah indah dan mulianya adat orang Melayu. Namun apabila perbincangan itu memberikan tanda bahwa si gadis belum ada yang punya, maka utusan akan meneruskan perbincangan dengan menyampaikan hajat yang sesungguhnya, yaitu ingin memadu jodohkan gadis itu tadi dengan anak laki-lakinya. Apabila disetujui, maka pihak laki-laki akan meneruskan dengan upacara meminang dan mengantar tanda.

Kegiatan Menilik, Menengok dan Merisik ini tentu tidak akan pernah dilakukan oleh sekelompok kalangan tertentu yang memaksakan kehendak atas pernikahannya. Misalnya orang kaya atau penguasa yang zalim. Bila dia akan menikahi seorang gadis, meskipun si gadis sudah menjadi tunangan orang lain, atau terpaut hati dengan laki-laki lain, tetap saja si mereka akan memaksakan diri untuk meminang dan menikahi wanita yang disukainya itu.

Perilaku seperti ini sering terjadi dimana-mana. Bukan hanya terjadi dalam kehidupan orang Melayu, tetapi juga bagi masyarakat yang lain. Namun bagi orang Melayu, cara seperti dianggap sangat tidak beradat, bahkan mungkin dapat dikatakan biadab. Sesungguhnya sedang hidup dalam tatanan yang tidak berazaskan adat Melayu bahkan dia sedang mengikis akar kehidupan adat resam orang Melayu. Sesungguhnya orang Melayu tidak pernah mengukur hidup ini dengan uang dan hawa nafsu. Kehidupan ini diukur dengan budi pekerti, akhlak yang mulia, dan musyawarah serta mufakat dalam meyelesaikan segala persoalan yang ada, dan rujukannya adalah “Al-Sunnah”.

Meminang dan Mengantar Tanda

Meminang dan Mengantar Tanda baru akan dilakukan apabila urusan merisik sudah selesai. Pihak keluarga laki-laki sudah mendapat kepastian bahwa gadis yang dipinangnya itu benar-benar tidak ada pilihan lain. Keyakinan itu dipertegas oleh kesiapan orang tua si gadis yang siap menerima kedatangan utusan pihak laki-laki untuk meminang putrinya.

Kedatangan utusan pihak laki-laki dalam kegiatan Meminang dan Mengantar Tanda dilakukan dalam jumlah yang agak ramai. Paling kurang sepuluh pasang suami istri dari keluarga terdekat, yang dilengkapi beberapa orang anak dara. Anak-anak dara ini ditugaskan untuk membawa Tanda dan Hanataran Pelengkapnya. Yang paling utama harus dibawa dalam rombongan tersebut adalah Tepak Sirih, Bunge Rampai, dan Tanda berupa Cincin Emas. Kemudian barulah dilengkapi dengan beberapa kelengkapan lain, seperti misalnya hiasan-hiasan yang terbuat dari kain songket atau lain sebagainya, di tambah kue dan buah-buahan sebagai pelengkapnya. Banyak dan ragam hantaran, tergantung dari kemampuan atau kesanggupan pihak laki-laki. Semakin mampu keluarga tersebut, maka semakin banyak dan semakin beragam pula hantarannya. Yang jelas Tepak Sirih lengkap, Bunga Rampai dan Tanda tidak boleh tertinggal.

Tepak Sirih lengkap maksudnya adalah tepak yang lengkap dengan sirihnya yang tersusun lema helai atau tujuh helai, tergantung asal keturunan calon mempelai, kemudian cembul (wadah pelengkap tepak sirih) yang berisikan pinang, gambir, tembakau sugi, dan kapur serta kacip harus tersedia. Daun sirih tadi diletakkan dengan posisi terlungkup, sebab pembicaraan dalam majelis Meminang dan Mengantar Tanda akan diawali dengan penyerahan Tepak Sirih. Serta Sirih yang dalam posisi terlungkup tadi, akan dibalik posisinya oleh juru bicara pihak perempuan menjadi posisi menghadap keatas atau terlentang, pertanda kedatangan rombongan laki-laki ini diterima oleh pihak perempuan.

Yang pelu diingat oleh semua orang Melayu bila akan menikahkan anaknya bahwa, dalam adat perkawinan Melayu, tidak ada istilah Tukar Cincin. yang ada hanyalah Mengantar Tanda. Artinya hanya pihak laki-laki yang membawa cincin tanda.sedangkan pihak perempuan, tidak menyiapkan cincin balasan. Karena yang diikat itu, hanya si gadis, bukan laki-laki. Namun untuk menjaga hubungan ini, maka adat mewajikan kedua belah pehak, untuk mengikat janji. Janji itu diucapkan atau disampaikan oleh utusan pihak laki-laki. Bunyi janjinya adalah :

“kami sampaikan cincin ini dengan tulus ikhlas sebagai tanda pengikat dari pihak kami. Apabila dalam perjalanan waktu menuju waktu pernikahan yang telah kita janjikan, pihak kami mungkir, misalnya barangkali anak kami terpaut hati pula dengan bunga yang lain, maka cincin ini mutlak menjadi milik bunga yang tersimpan dipondok ini. Namun sebaliknya, bila yang ingkar itu datang dari pihak tuan, maka kami mohon cincin ini dikembalikan, dan ditambah satu cincin lagi sebagai tebusan. Namun apabila salah satu pihak diantara kita tidak menepati janji ini karena disebabkan oleh musibah yang datangnya dari Allah, maka semua perjanjian ini menjadi batal, dan segala sestuanya kita bicara semula. Apekah tuan setuju dengan janji ini”. Biasanya pihak calon mempelai perempuan pasti akan menjawab setuju, karena perjanjian ini sudah ditetapkan dalam adat.

Dalam acara Meminang dan Mengantar Tanda ini, juga dibicarakan masalah mahar yang diminta, serta waktu dan tempat pelaksanaan pernikahan. Sekaligus memutuskan kapan hari dimulainya persiapan segala keperluan pernikahan itu. Misalnya menentukan waktu mendirikan balai-balai atau tenda, dan lain sebagainya. Sedangkan besarnya hantaran, jarang dibicarakan dihadapan majelis yang ramai ini. Biasanya, jumlah hantaran akan dibicarakan langsung oleh orang tua kedua belah pihak hingga persoalan tersebut tidak menjadi perbincangan orang sekampung. Sebab yang namanya urusan uang, semua menjadi serba salah. Sedikit menjadi cerita, banyakpun menjadi cerita. Jadi untuk menghindarai semuanya itu, maka jarang masalah uang dibicarakan dalam majelis Meminang dan Mengantar Tanda, meskipun uangnya sudah dibawa oleh utusan rombongan meminang. Biasanya juru bicara akan berkilah, bahwa “masalah uang duit tak sanggup nak saye sebutkan disini, tolonglah tuan hitung bersame keluarge, karena jumlahnya pasti sudah diketahui. Dan saye yakin, uang dalam bungkusan ini, tidak ade yang tertinggal barang sehelaipun. Sebab banyak mate yang menyaksikannye ketike saye membawenya kemari”.

(To be Continued).