Menengok Catatan yang Tertinggal (Part – III)

Issued by : H. Suhardi, SE / Wahyu Saputro

Dalam beberapa tulisan sejarah Melayu Pulau Tujuh menyebutkan bahwa pengaruh dan kekuasaan Datuk Kaya sangat besar dan disegani oleh rakyatnya. Kewibawaan yang sudah tertanam sejak turun temurun dan tampil sebagai pemimpin yang berani berhadapan dengan siapa saja, didukung oleh postur tubuh yang tegap dan sorotan mata yang tajam, maka patut Datuk Kaya menjadi orang yang harus dipatuh dan tumpuan harapan bagi seluruh rakyatnya.

Dalam Statblaad 1909 no 5, sebagai mana dijelaskan oleh Van de Tillaard bahwa Datuk Kaya dapat ditetapkan secara turun temurun (Ekfelijk), walaupun tidak mendapat restu dari Sultan. Hal itu disebabkan oleh pengaruh tradisi lama dimana “Yayasan Adat” telah dibentuk sebelum adanya Sultan. Maknanya kekuasan dan pemerintahan di Tokong Tujuh Pulau yang dipimpin oleh Orang Kaya atau Datuk Kaya, sudah ada sejak lama sebelum berdirinya kesultanan Riau-Lingga. Namun setelah kesultanan Riau-Lingga mulai bertapak di negeri Segantang Lada, maka sedikit demi sedikit kekuasaan Datuk Kaya mulai diambil alih oleh Sultan. Penghasilan daerah tempatan yang dulunya menjadi hak penuh Datuk Kaya mulai dibagi.

Dalam tulisan Van Tillaard pada halaman 7 dijelaskan bahwa para Datuk dan Ketua-Ketuanya diberikan hak sebagai berikut :

  1. Datuk Kaya mendapatkan 10 % dari hasil hutan yang diambil oleh orang luar.
  2. Separuh dari hasil Sarang Burung Walet, harus dibagi-bagikan kepada Kepala Kampung, termasuk Kepala Kampung yang tidak diangkat oleh Sultan.
  3. Apabila tertangkap Ikan Duyung, maka kepala Ikan Duyung harus dibagi-bagikan kepada Kepala Kampung.
  4. Apabila ada pemotongan lembu atau sapi, maka kepala lembu atau sapi itu harus diberikan kepada Kepala Kampung setempat.
  5. Datuk Kaya boleh menjatuhkan denda sebesar 60 Real (mata urang Saudi Arabia), apabila ada rakyat yang melanggar ketentuan adat.
  6. Datuk Kaya berhak mengambil tenaga kerahan atau pengawal yang disebut dengan “Kepala Dua Belas”. Para pengawal ini terdiri dari 12 orang yang senentiasa mengawal Datuk kemanapun ia berkunjung. Dan para pengawal dibebaskan dari cukai atau pajak.
  7. Datuk Kaya memperoleh 1 Ringgit, bila ada pengaduan dari masyarakatnya.
  8. Untuk membuat Surat Jual Beli, dikenakan biaya sebesar 2 Ringgit untuk Datuk Kaya.
  9. Untuk penjualan hasil laut, Datuk Kaya mendapatkan sepertiga bagian dari hasil penjualan.

Dari beberapa ketetapan yang telah ditetapkan Sultan diatas, maka tidak heran bila orang yang berkuasa di Pulau Tujuh mendapat Gelar Datuk Kaya atau Orang Kaya. Apatah lagi sebelum ada ketentuan Sultan tersebut, semuanya diatur oleh Datuk, namun tentu tidak mengurangi hak masyarakatnya.

Menurut catatan Engku Kelana (Raja Ali) yang pernah mengadakan perjalanan ke Pulau Tujuh bersama rombongan Kontelir  Belanda F. Dhewast pada 20 Februari 1896 menyebutkan bahwa :

  1. Tanah yang paling Subur di Pulau Tujuh adalah Tanah Pulau Bunguran. Hal itu terbukti dari hasil kopra atau kelapa kering yang berlimpah ruah, dan memiliki 1420 dusun kebun kelapa.
  2. Kapala dagang dalam ukuran besar keluar masuk ke Pulau Bunguran menuju Singapura dan Sekucing Serawak Malaysia Timur.
  3. Hutan yang lebat dan dari kejauhan terlihat menghijau banyak mengandung air dan terdapat sungai-sungai yang luas, dan sudah terdapat sawah padai yang luas pula.
  4. Bermacam-macam jenis hasil hutan seperti rotan, dan bermacam-macam kayu seperti Balau, Rengas, Belian, Tempinis, Giam, Merbau, Mentigi, dan kayu-kayu berharga lainnya, banyak tumbuh di Pulau Bunguran. Belum lagi hasil lautnya, yang jumlahnya tidak terkira.

Menilik dan menelaah dari bermacam-macam tulisan yang pernah ada, belum pernah tercatat ada sekelompok masyarakat di Tokong Pulau Tujuh ini yang memberontak atau menolak ketetapan Datuk. Belum pernah tercatat ada masyarakat yang durhaka pada Datuk seperti yang terjadi pada pemerintahan Kerajaan Johor dengan Hikayat Laksmana Bintanya, atau Kerajaan Malaka dengan Hikayat Hangtuahnya. Artinya pemerintahan Datuk Kaya di Pulau Tujuh dijalankan dengan sangat adil dan bijaksana, hingga masyarakatnya benar-benar marasa terlindungi dan mendapatkan hak sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh adat yang telah disepakati bersama.

Datuk Kaya dikenal memiliki sifat sosial yang tinggi dan sangat memperhatikan kehidupan masyarakatnya. Hal penting yang menjadi perhatian Datuk Kaya terhadap masyarakatnya adalah masalah kesejahteraan, keamanan, keselamatan dan juga kesehatan. Ramuan tradisional dan jampi-jampi menjadi sesuatu yang patut diketahui dan dipelajari oleh masyarakat.

Selaku ketua adat Istri Datuk Kaya berperan sebagai tabib, yang menyiapkan berbagai ramuan tradisional, seperti ramuan dari  akar-akar kayu dan berbagai macam jenis dedaunan yang diyakini dapat menyembuhkan segala jenis peyakit. Segala macam tegur dan tegah Datuk jangan sekali-kali dibantah, karena akan buruk padahnya. Misalnya untuk menurunkan perahu kelaut yang baru siap dikerjakan, harus menunggu perintah Datuk, karena Datuk Kaya sudah memperhitungkan hari yang tepat untuk menurunkan perahu. Begitu juga bila akan membuka hutan, atau membuat jembatan dan yang lain-lainnya, semuanya harus menunggu perintah dari Datuk Kaya. Bila ada sebuah perhelatan berupa acara adat, acara keagamaan, dan atau acara perkawinan atau acara apapun namanya, maka datuk pasti disiapkan tempat khusus, yaitu dipangkal balai ruangan rumah.

Dalam hal penyelenggaraan sebuah perhelatan, Datuk Kaya sudah diberitahu dan dijemput jauh hari sebelumnya. Dan untuk kehadirannya pada hari pelaksanaan perhelatan tersebut, Datuk Kaya beserta keluarga harus dijemput kerumahnya, dengan mengirimkan dua orang utusan dari pihak yang menyelenggarakan perhelatan. Sebab apabila tidak, maka Datuk Kaya tidak akan pernah hadir pada acara tersebut.

Keistimewaan lain yang harus dimiliki oleh Datuk Kaya adalah ilmu kebatinan yang tinggi. Oleh karena itu bila anak keturunan Datuk Datuk tidak memiliki ilmu kebatinan yang dapat dihandalkan, maka ia tidak akan pernah terpilih menjadi Datuk Kaya bila ayahnya wafat.

(To be continued)